Komitmen Polri lenyapkan citra “no viral, no justice”

Jakarta (SOHIB21) – Ungkapan

Aparat penegak hukum yang menjadi perhatian warganet terkait ungkapan itu adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

Dengan bermodalkan jari dan kata-kata yang memantik, media sosial bisa memancing massa menyampaikan pendapat mereka, baik itu pro maupun kontra terhadap suatu masalah. Seolah tanpa ampun, akun-akun media sosial yang berpengaruh ikut memviralkan masalah yang dibicarakan warga agar segera ditangani kepolisian.

Kasus yang mencuat melalui keviralan media sosial muncul pada Desember 2024, yaitu kasus penganiayaan terhadap karyawati toko roti di Cakung, Jakarta Timur, yang berinisial DAD (19), oleh anak pemilik toko berinisial GSH (35).

Kasus tersebut telah dilaporkan oleh korban DAD kepada Polres Metro Jakarta Timur sejak dua bulan sebelumnya, yakni pada Oktober 2024. Akan tetapi, laporan tersebut baru direspons dan ditindaklanjuti dengan memadai setelah video penganiayaan terhadap korban viral di media sosial.

Begitu viralnya berita tersebut di media sosial. Muncullah cuitan-cuitan warganet yang penuh dengan kontra dan kritik kepada polisi.

Sebulan kemudian, tepatnya pada Desember 2024, ramai kasus dugaan pemerasan terhadap warga negara Malaysia dalam gelaran

Dalam unggahan kasus tersebut, yang kemudian disiaran ulang oleh ribuan pengguna media sosial, disebutkan bahwa para korban diperas oleh oknum anggota polisi melalui tes urine atas dugaan menyalahgunakan narkoba. Total uang yang terkumpul hasil perasan oleh oknum polisi itu sebanyak Rp2,5 miliar.

Munculnya kasus pemerasan di gelaran DWP tersebut makin mengerdilkan citra kepolisian di masyarakat.

Bagaimana tidak? Seorang polisi yang seharusnya memiliki tanggung jawab untuk melindungi masyarakat dan menjaga keamanan malah melakukan tindak pidana, terlebih kepada warga negara asing.

Kasus itu bukan hanya melukai hati nurani masyarakat, tetapi juga mempertaruhkan harga diri Indonesia di mata negara lain.

Dua kasus tersebut merupakan sebagian kecil kasus-kasus personel polisi bermasalah yang viral di media sosial. Adanya fenomena ini menimbulkan pertanyaan: Ke mana lagi rakyat harus mengadu jika polisi sebagai pelindung masyarakat tidak melaksanakan tugasnya dengan baik?

Rangkaian kasus-kasus anggota bermasalah bukanlah hal yang bisa dianggap sepele karena memiliki pengaruh besar pada tingkat kepercayaan publik terhadap Korps Bhayangkara.

Hasil survei periodik Litbang Kompas pada 24 Januari 2025 menunjukkan bahwa citra positif Polri hanya sebesar 65,7 persen. Nilai tersebut lebih rendah daripada lembaga penegak hukum lainnya, salah satunya Kejaksaan Republik Indonesia yang sebesar 70 persen.

Tingkat kepercayaan masyarakat yang rendah pun menjadi bahan muhasabah dan pemicu bagi kepolisian untuk berbenah menjadi lebih baik.

Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo sebagai orang nomor satu di Korps Bhayangkara menegaskan bahwa dirinya tidak akan pandang bulu dalam menindak tegas anggota yang menyalahgunakan senjata api. Komitmen itu adalah tekadnya untuk terus melakukan bersih-bersih personel yang melanggar.

“Kalau ada anggota yang melanggar, saya kira kita tidak pernah ragu-ragu lakukan tindakan tegas dan saya kira ini kita sudah tunjukkan. Mau pangkatnya apa pun, kalau dia melanggar, kita proses dan kalau masuk pidana juga kita proses. Jadi, mau etika, mau pidana kita proses,” kata Kapolri dengan tegas.

Bidang profesi dan pengamanan (propam), baik di tingkat polda maupun di Mabes Polri juga secara sigap menangani kasus-kasus yang melibatkan personel bermasalah.

Dalam kasus dugaan pemerasan di gelaran DWP 2024, Propam Polri bertindak cepat. Dalam hitungan hari setelah postingan itu viral, divisi tersebut langsung mengambil langkah penindakan.

Total ada puluhan personel telah disidang etik dan tiga di antaranya dijatuhi hukuman pemberhentian dengan tidak dengan hormat atau pemecatan. Sedangkan tiga lainnya dijatuhi hukuman demosi 1–8 tahun.

Propam Polri juga membuka meja pengaduan di Malaysia guna menampung aduan dari warga negara Malaysia dalam kasus pemerasan itu.

Sedangkan dalam kasus penganiayaan oleh anak pemilik toko roti, setelah unggahan di media sosial viral, Polres Jakarta Timur yang menangani kasus ini langsung menangkap pelaku.

Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Pol Nicolas Ary Lilipaly juga menyampaikan permintaan maaf ke publik bila ada kesan lambat dalam penanganan kasus penganiayaan itu.

Selain penindakan, perlu ada pula pembenahan dari sisi internal jajaran. Divisi Propam Polri sebagai garda terdepan dalam pengawasan personel kepolisian, hadir untuk menampung laporan masyarakat dengan membuka layanan pengaduan melalui WhatsApp di nomor 085555554141.

Melalui nomor tersebut, masyarakat bisa melaporkan personel yang melanggar aturan untuk segera ditindaklanjuti secara etik hingga pidana.

Selain itu, Divisi Propam Polri juga hadir di media sosial, utamanya X, untuk menjawab berbagai laporan masyarakat terkait personel yang viral karena melakukan pelanggaran. Propam secara aktif menjawab langsung laporan masyarakat yang viral agar tidak menimbulkan bola liar.

Tidak berpuas diri, Kapolri Sigit terus berinovasi dengan memerintahkan kapolres hingga kapolda untuk membuat akun media sosial guna merespons cepat serta memberikan atensi terhadap laporan masyarakat.

“Saya harapkan rekan-rekan juga membuat akun untuk melayani pengaduan sehingga kemudian setiap ada peristiwa, ada kejadian, itu bisa langsung dijawab oleh akun resmi dan tidak menunggu viral karena setelah lewat dua hari, tiga hari, kecenderungannya akan menjadi viral,” ujar Sigit dalam Rapat Pimpinan (Rapim) Polri 2025.

Bayangkan jika polres sebagai penegak hukum yang lekat dengan masyarakat bisa menanggapi laporan dengan cepat. Ini bukan soal citra lagi, tetapi keamanan dan ketertiban masyarakat pun bisa tercipta. Tidak akan ada lagi keresahan dalam masyarakat ketika menjalani kehidupan sehari-hari.

Perlu diingat, langkah-langkah ini barulah permulaan guna mereformasi kepolisian menjadi institusi yang kembali dipercaya masyarakat dalam menjaga keamanan. Masih ada waktu dan kesempatan di masa depan bagi kepolisian untuk membuktikan diri bahwa mereka telah berbenah menjadi lebih baik.

Editor: Sapto Heru Purnomojoyo


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *