Jakarta (SOHIB21) – Peniliti Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) Delia Wildianti merekomendasikan sistem pemilu campuran sebagai opsi alternatif dalam melakukan simulasi perubahan sistem pemilu di tanah air.
Menurut dia, selama ini diskursus yang berkembang di publik berkutat pada sistem proporsional terbuka atau sistem proporsional tertutup, padahal banyak varian sistem pemilihan lain di dalam literatur politik.
“Jadi kalau Puskapol dari studi yang kami lakukan, kita bisa coba
Dia pun menyebut sistem pemilu campuran di sejumlah negara yang sudah menerapkannya mampu mendongkrak angka keterwakilan perempuan secara signifikan, di antaranya Italia, Meksiko, Kosta Rika, dan Panama.
“Ternyata mayoritas dari empat negara ini mengimplementasikan sistem pemilu campuran,” ujarnya.
Sebaliknya, dia menilai sistem proporsional terbuka menjadi salah satu sistem pemilu yang kurang kuat dalam mendorong kesetaraan gender sebab perempuan harus bertarung secara bebas dalam sistem tersebut.
“Padahal kita tahu perempuan masuk ke dalam proses politik itu belakangan. Jadi start-nya saja tidak setara, tapi harus bertarung bebas. Dalam beberapa studi yang kami pelajari di beberapa negara memang sistem proporsional terbuka tidak kompatibel mendorong keterwakilan perempuan,” tuturnya.
Dibandingkan dengan sistem proporsional terbuka sekali pun, dia menilai justru sistem proporsional tertutup lebih kompatibel dalam mengakomodasi afirmasi keterwakilan perempuan.
“Karena di dalamnya bisa ada kebijakan kuota dan juga ada kebijakan ‘zipper system’ yang bisa memperkuat keterwakilan perempuan,” kata dia.
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Leave a Reply