Jakarta (SOHIB21) – Sejarawan Allan Akbar mengatakan, dalam menjaga dan melestarikan tradisi lisan Indonesia, diperlukan beberapa langkah sistematis yang meliputi pendokumentasian hingga inovasi.
”Untuk menjaga tradisi lisan, diperlukan langkah sistematis dan berkelanjutan. Pertama, pendokumentasian melalui rekaman audio, video, atau transkripsi naskah. Contohnya, digitalisasi naskah La Galigo di Sulawesi Selatan yang melibatkan akademisi dan komunitas lokal,” ujar Allan saat dihubungi SOHIB21 dari Jakarta, Rabu.
Kedua, tambah dia, pelestarian aktif dengan menyelenggarakan festival budaya misalnya Festival Dalang Bocah di Jawa Tengah atau workshop yang mempertemukan generasi tua dan muda.
Upaya lain juga diperlukan yakni inovasi adaptif, seperti kolaborasi dengan seniman kontemporer untuk menginterpretasikan tradisi lisan dalam bentuk pertunjukan modern, musik, atau seni visual. Dengan demikian, tradisi tidak hanya diarsipkan, tetapi juga tetap hidup dalam praktik sehari-hari.
Sementara untuk mengajak anak muda peduli pada tradisi lisan, ia mengatakan terdapat sejumlah strategi yang dapat diterapkan untuk mengatasi tantangan tersebut, seperti adaptasi digital, misalnya memanfaatkan platform media sosial (TikTok, Instagram) untuk menyajikan konten tradisi lisan dengan format kreatif, seperti menggabungkan kidung Bali dengan musik elektronik.
Ia melanjutkan, pendidikan integratif juga dapat dilakukan pemerintah yakni dengan memasukkan materi tradisi lisan ke kurikulum sekolah melalui metode interaktif, seperti tugas membuat podcast atau video pendek tentang cerita rakyat.
Hal lain yakni pelibatan komunitas, seperti menyelenggarakan kompetisi bercerita atau gamifikasi, misalnya melalui wayang simulator yang menarik minat generasi muda. Selain itu, keterlibatan figur publik sebagai duta budaya dapat menjadi katalisator kepedulian mereka.
Pria yang juga anggota komunitas Klub Tempo Doeloe ini merekomendasikan agar pemerintah memainkan peran strategis melalui tiga pendekatan.
“Pertama, regulasi yang komprehensif, seperti optimalisasi implementasi UU No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan dengan mengalokasikan dana khusus untuk pelestari tradisi lisan di daerah,” ujarnya pula.
Kedua, kolaborasi strategis, misalnya bekerja sama dengan perusahaan teknologi untuk mengembangkan platform digital yang mempromosikan konten tradisi lisan fitur seperti cerita nusantara di aplikasi buatan.
Kemudian pendidikan berbasis kebudayaan, yakni memperkuat muatan lokal di sekolah dengan metode praktik langsung, bukan sekadar teori. Selain itu, pengakuan negara melalui insentif berupa tunjangan dan penghargaan kepada pelaku tradisi lisan akan mendorong keberlanjutan.
“Tanpa dukungan struktural ini, upaya pelestarian berisiko terfragmentasi,” pungkas Allan Akbar.
Pewarta: Sinta Ambarwati
Leave a Reply