Suriah: Ancaman relokasi warga Gaza ‘ujian komitmen bangsa Arab’

Istanbul (SOHIB21) – Presiden Suriah Ahmed al-Sharaa mengecam seruan pemindahan paksa rakyat Palestina dari tanah air mereka, dan menyebutnya sebagai “ujian bagi kita sebagai bangsa Arab.”

“Seruan untuk pemindahan paksa rakyat Palestina dari tanah air mereka itu adalah sebuah aib bagi kemanusiaan,” kata al-Sharaa dalam KTT darurat Arab mengenai rekonstruksi Gaza di Mesir, Selasa.

Ia memperingatkan bahwa ancaman semacam itu “tidak hanya membahayakan rakyat Palestina, tetapi juga seluruh dunia Arab.”

Ancaman pemindahan paksa warga Gaza itu, menurutnya, “bukan sekadar isu kemanusiaan, melainkan juga ujian terhadap komitmen kita sebagai bangsa Arab terhadap perjuangan yang vital ini.”

Presiden Amerika Serikat Donald Trump berulang kali menyerukan “pengambilalihan” Gaza dan pemindahan penduduknya guna menjadikan wilayah itu sebagai destinasi wisata.

Rencana tersebut ditolak dunia Arab dan banyak negara lain yang menilainya sebagai bentuk pembersihan etnis.

Al-Sharaa menegaskan bahwa “pengusiran rakyat Palestina dari tanah mereka tidak dapat diterima,” dan menekankan bahwa “sudah saatnya seluruh bangsa Arab bersatu melawan skema semacam ini.”

KTT darurat Arab di Kairo telah mengadopsi rencana rekonstruksi Gaza yang digagas Mesir untuk membangun kembali Jalur Gaza tanpa memindahkan penduduknya.

Menanggapi serangan Israel terhadap Suriah, al-Sharaa menyatakan, “Sejak Israel menduduki Dataran Tinggi Golan pada 1967, mereka tidak pernah berhenti melanggar hak-hak rakyat kami.”

Ia menegaskan kembali komitmen Suriah terhadap perjanjian pelepasan pasukan tahun 1974 dengan Israel, namun memperingatkan bahwa “pengabaian Israel yang terus-menerus terhadap perjanjian ini tidak dapat diterima.”

KTT itu menandai kehadiran pertama al-Sharaa dalam pertemuan Liga Arab sejak ia menjabat pada Januari, setelah mantan Presiden Bashar al-Assad digulingkan oleh pasukan oposisi Suriah pada 8 Desember 2024.

Memanfaatkan jatuhnya Assad, Israel memperluas pendudukannya di Dataran Tinggi Golan, menyatakan perjanjian 1974 tidak lagi berlaku, merebut zona demiliterisasi Suriah, serta menghancurkan peralatan dan amunisi militer Suriah dalam ratusan serangan udara.

Israel telah menduduki wilayah Palestina, Suriah, dan Lebanon selama beberapa dekade, menolak untuk menarik diri atau mengakui negara Palestina yang merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya sesuai dengan perbatasan pra-1967.

Sumber: Anadolu

Penerjemah: Primayanti


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *