4 etika yang harus diperhatikan saat bercerai dalam Islam

Jakarta (SOHIB21) – Perceraian adalah keputusan besar yang tidak boleh dilakukan dengan tergesa-gesa atau penuh emosi.

Dalam Islam, meskipun perceraian diperbolehkan, hal itu tetap dianggap sebagai tindakan yang paling dibenci oleh Allah jika tidak dilakukan dengan alasan yang jelas dan proses yang baik.

Oleh karena itu, Islam mengajarkan bahwa perceraian harus dilakukan dengan cara yang bermartabat, adil, dan tetap menghormati hak serta perasaan kedua belah pihak.

Dilansir dari laman NU online terdapat etika yang harus diperhatikan dalam proses perceraian agar perceraian tidak meninggalkan luka yang lebih dalam dan tetap memberikan kesempatan bagi masing-masing pihak untuk melanjutkan hidup dengan baik.

Berikut adalah empat etika penting yang harus diperhatikan dalam proses perceraian.

Hak talak berada di tangan suami, tetapi bukan berarti suami boleh mengucapkannya dengan sembarangan atau dalam kondisi emosi. Islam mengajarkan bahwa perceraian sebaiknya dimulai dengan talak satu, bukan langsung dengan talak tiga sekaligus.

Dengan talak satu, kedua belah pihak masih memiliki kesempatan untuk merenungkan keputusan yang diambil dan mempertimbangkan kemungkinan rujuk jika memang masih ada keinginan untuk membangun kembali rumah tangga. Perceraian yang dilakukan dengan cara ini lebih memungkinkan untuk memberikan waktu introspeksi bagi suami dan istri, sehingga jika ada peluang untuk berdamai, mereka masih bisa kembali bersama.

Islam menganjurkan agar pasangan yang mengalami konflik dalam rumah tangga tidak langsung mengambil jalan perceraian. Sebagaimana firman Allah dalam Surat An-Nisa ayat 34:

“Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kalian beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi lagi Mahabesar.” (QS. An-Nisa: 34)

Ayat ini menunjukkan bahwa Islam mengajarkan tahapan-tahapan sebelum memutuskan bercerai, yaitu dengan memberikan nasihat terlebih dahulu, kemudian mengambil jarak dengan pisah ranjang, dan baru memutuskan langkah lebih lanjut jika memang tidak ada jalan keluar lain.

Perceraian harus dilakukan dengan penuh pertimbangan, termasuk memperhatikan kondisi fisik istri. Dalam Islam, suami dilarang menjatuhkan talak saat istrinya sedang dalam keadaan haid atau dalam keadaan suci tetapi setelah berhubungan badan. Jika talak dijatuhkan saat haid, maka masa iddah akan menjadi lebih panjang dari seharusnya.

Demikian pula jika perceraian terjadi setelah adanya hubungan suami istri, dikhawatirkan istri dalam keadaan hamil, yang akan memperpanjang masa iddah hingga bayi lahir. Oleh karena itu, Islam menetapkan aturan ini agar perceraian tetap dilakukan dengan cara yang baik dan mempertimbangkan hak-hak istri secara adil.

Perceraian bukan alasan untuk menjelek-jelekkan mantan pasangan atau mengumbar aibnya di hadapan orang lain. Dalam rumah tangga, suami dan istri ibarat pakaian bagi satu sama lain, yang seharusnya melindungi dan menutupi kekurangan masing-masing, bahkan setelah berpisah. Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya pengkhianatan terbesar di hadapan Allah pada hari kiamat kelak ialah seorang lelaki yang bercampur dengan istrinya kemudian membeberkan rahasia istrinya.” (HR. Muslim)

Pewarta: Allisa Luthfia


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *